Provinsi Maluku memiliki laut yang sangat kaya. Kekayaan laut Maluku jelas terlihat dari potensi perikanan yang diestimasi sebesar 1.72 juta ton per tahun, dan merupakan 26,4 persen potensi perikanan nasional. Keindahan pantai dan alam bawah laut Maluku juga memiliki potensi pariwisata bahari yang sangat besar. Selain itu, laut Maluku juga menyimpan berbagai macam mineral, minyak dan gas dalam jumlah yang sangat besar. Salah satu sumber gas alam yang sangat besar adalah blok Migas Abadi Masela. Kekayaan laut sebesar ini apabila dikelola dengan baik barangkali akan membuat Provinsi Maluku menjadi salah satu Provinsi terkaya di Indonesia, atau paling tidak mengangkat Maluku keluar dari kelompok propinsi termiskin di Indonesia.
Karena besarnya sumberdaya perikanan di Maluku, maka Maluku diusulkan menjadi Daerah Lumbung Ikan Nasional (LIN). Namun, salah satu potensi laut Maluku yang merupakan harta karun terpendam dan belum tersentuh selama ini adalah potensi bahan obat yang berasal dari biota laut. Sebagai salah satu provinsi yang terletak di jantung terumbu karang dunia, laut Maluku memiliki keragaman jenis biota laut yang sangat tinggi. Laut Maluku diestimasi memiliki ribuan jenis ikan, karang, spons, dll. yang masing-masing berpotensi menyimpan bahan bioaktif yang dapat dipergunakan sebagai bahan obat untuk berbagai penyakit. Sayangnya, potensi yang luar biasa ini masih terlupakan atau terabaikan dalam setiap pembahasan tentang potensi perikanan laut Maluku atau laut Indonesia secara keseluruhan. Memang dibutuhkan waktu untuk menemukan dan memproduksi bahan obat hingga sampai menjadi obat baru dibutuhkan teknologi canggih, waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat besar.
Pada tahun 2014 Tu fts Center for the Study of Drug Development (CSDD) merilis temuan mereka yang sangat mencengangkan, bahwa dibutuhkan lebih dari 10 tahun dengan biaya sekitar 2.6 miliar dollar atau setara dengan 34,9 triliun rupiah untuk memproduksi obat mulai dari penelitian awal sampai obat tersebut bisa dijual. Lalu mengapa perusahan farmasi raksasa masih mau membuang uang sebanyak itu untuk menemukan obat yang baru? Karena menurut berita yang dirilis BB C pada tahun 2014, Perusahan-perusahan tersebut mendapat keuntungan sekitar 42% dari penjualan obat-obat baru mereka. Sebagai contoh, rata-rata obat kanker memiliki nilai sekitar 3 miliar dollar atau sekitar 40 triliun rupiah setahun yang berarti bahwa hanya dalam kurun waktu 1 tahun mereka sudah mendapat keuntungan besar walaupun mereka telah mengeluarkan 2.6 miliar dollar atau sekitar 34,9 triliun rupiah selama lebih dari sepuluh tahun. Bukan hanya obat kanker tetapi obat lain juga memiliki keuntungan yang luar biasa. Sebagai contoh perusahan obat Gilead meraup keuntungan sebesar 3.5 miliar dollar atau sekitar 46,7 triliun rupiah hanya dalam waktu 3 bulan akibat penjualan obat hepatitis C yang bernama Sovaldi. Keuntungan sebesar ini hanya bisa ditandingi oleh bank-bank besar.
Lalu seberapa besar potensi bahan obat yang ada di laut Maluku? Laut kita memiliki ratusan ribu jenis biota laut, jadi kalau dari sekian banyak biota laut, kita bisa mendapatkan ratusan jenis bahan obat saja, maka bisa dibayangkan berapa pemasukan bagi Provinsi Maluku dan Indonesia secara keseluruhan, apabila setiap obat bernilai sekitar 3 miliar dollar atau 40 triliun rupiah. Apalagi bila kita bisa menghasilkan ribuan bahan obat. Belum lagi potensi laut dalam kita yang banyak memiliki biota-biota dengan ensim-ensim dan bahan bioaktif yang tidak lazim ditemukan pada biota laut umumnya. Perlu dicatat adalah bahwa sumberdaya laut yang kita gunakan sebagai bahan obat adalah sumberdaya yang dapat diperbaharui, tidak seperti sumberdaya mineral, gas dan minyak yang akan habis seiring waktu.
Belajar dari pengalaman masa lalu, kita sudah harus mempersiapkan sumberdaya manusia, peralatan dan dana riset yang memadai untuk mengeksplorasi, meneliti, dan mengelola sumberdaya laut kita untuk menghasilkan bahan obat dan obat dari ratusan ribu organisme laut yang kita miliki. Mari bersama kerja keras untuk mempersiapkan generasi berikut agar bisa bersaing di tingkat internasional.
Gino V. Limmon
Direktur Pusat Kemaritiman dan Kelautan Universitas Pattimura
Betul, potensi laut Indonesia sangat besar, perguruan tinggi harus mulai memfokuskan penelitian pada sektor itu.
maju terus Unpatti, Maluku.. Indonesia!