UNPATTI,- Dalam rangkaian acara Dies Natalis ke-60 Universitas Pattimura, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menggelar Bedah Buku Prof. Dr. Aholiab Watloly, S.Pak, “BIJAK MEMBANGUN IPTEK DI ERA REVOLUSI DIGITAL, Memandang Pikiran, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Era Revolusi Digital serta Cara Mengejakannya pada Jalan Karakter Building Bangsa ” , Senin (17/04).
Revolusi Digital memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan pikiran dan fungsi otak sehingga masyarakat tidak perlu takut dengan Revolusi Digital, tetapi menghadapinya secara optoimis dengan sikap kritis dan bijak.
Kegiatan ini berlangsung di Aula Rektorat Lantai 2 Universitas Pattimura, menghadirkan 2 pembedah buku yakni Dr. Hengky H. Hetharia, M.Th (Pembedah I) dan Jonny Latuny, S.T, M.Eng, Ph.D (Pembedah II), dengan moderator Drs. V. Ruhunlela, M.Si.
Dalam sambutannya Rektor Universitas Pattimura Prof. D. M. J. Septenno, SH., M.Hum mengatakan terdapat beberapa buku penting sebelumnya karya Prof Watloly di bidang filsafat yang sudah diterbitkan dan digunakan sebagai buku pegangan di Universitas Gadjah Mada. Sebagai guru besar yang sudah mengabdi di FISIP Unpatti selama 21 tahun, karya Prof Watloly tentunya memiliki nilai-nilai tertentu didalamnya. “Membedah buku bukan berarti kita menyetujui tentang apa yang ditulis. Kata Prof Saptenno, membedah buku berarti para pembedah dan audiens harus memberikan masukkan tetapi juga mengkritisi pikiran-pikiran yang dikembangkan supaya apa yang ditulis dapat diterima ataupun ditolak berkaitan dengan suatu pemikiran kritis”, ujarnya. Lanjut dikatakan, ujung dari semua yang ditulis saat ini adalah agar terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat. Ilmu pengetahuan hadir ditengah kehidupan masyarakat untuk kepentingan perubahan yang signifikan. Beliau berharap agar kedepannya Prof Watloly dan juga semua Guru Besar di Universitas Pattimura terus berkarya untuk melahirkan buku-buku terbaru di Era Digitalisasi. Beliau juga mangajak mahasiswa untuk dapat menulis karya ilmiah sehingga dapat bermanfat bagi dunia pendidikan maupun ditengah masyarakat.
“Saya merasa tidak pantas untuk membedah buku Prof. Aholiab Watloly ini, ibarat seorang murid yang diminta untuk membedah pikiran gurunya: sesuatu yang hampir tidak mungkin dilakukan. Ibarat memasukan se-ember air ke dalam sumur. Saya merasa terhormat ketika beliau meminta saya untuk membedah buku ini. Mungkin karena tanggung jawab saya saat ini sebagai rektor UKIM, tempat beliau menyelesaikan Pendidikan S1 (PAK), sehingga kehormatan ini diberikan kepada saya”, ujar Dr. Hengky H. Hetharia, M.Th selaku Pembedah I saat menyampaikan materi.
Kata Dr. Hetharia, Apresiasi diberikan juga kepada Prof. Yapi, yang sewaktu kuliah dulu adalah guru/dosen saya, dan hingga sekarangpun saya merasa sebagai maha guru, khususnya dalam bidang filsafat. Prof. Yapi, sudah terbukti telah melahirkan sekian banyak karya akademik (buku, artikel, dsb), walaupun menurut beberapa orang: sulit untuk mencerna tulisan-tulisan tersebut.
Ditambahkannya bahwa buku karya Prof. Yapi memberi kesan sebagai seorang akademisi yang fungsional: seorang filsuf Maluku yang tidak hanya berpikir abstrak tapi juga berpikir konkrit menyangkut realitas masyarakat di Indonesia. Filsafat pada umumnya mengajari kita untuk berpikir untuk menemukan sesuatu yang bersifat hakikat atau substansi dan universal yang hanya dapat dimengerti oleh akal (pikiran). Prof. Yapi mengajak kita untuk menggunakan pendekatan filsafat dalam membedah era revolusi Digital ini berbasis karakter building bangsa Indonesia.
“Melalui buku ini, Prof. Yapi menawarkan pentingnya BIJAK dalam membangun pikiran dan IPTEK di era Revolusi Digital ini. Bijak yang ditawarkan oleh Prof Yapi dalam buku ini yaitu bijak dalam basis pemikiran filsafat. Bijak (Yunani: Sophia) menunjuk pada bentuk pengertian tertinggi, hakiki dan terutama yang dicari dalam pengetahuan filsafat. Dengan kebijaksanaan ini, manusia memiliki pengetahuan dan pertimbangan yang seluas-luasnya dan memutuskan secara arif mengenai pengetahuan dan bagaimana menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari untuk kebaikan sesama manusia dan sesame ciptaan lainnya di dunia ini”, tutupnya.
Sementara itu Jonny Latuny, S.T, M.Eng, Ph.D selaku Pembedah II menyampaikan bahwa pikiran di Era Revolusi Digital harus terderivasi atau diturunkan dari hulu pikiran-pikiran filsafat yang memberi basis /dasar orientasi secara kritis dan bijaksana kepada masyarakat digital. Selain pola pikir yang terus berkembang maka individu atau masyarakat perlu menjaga adab dan sikap dalam mengembangkan tatanan norma masyarakat untuk menuju masa depan yang lebih baik. Selain menaruh sikap optimis terhadap kecerdasan buatan, namun harus dapat menempatkan otak yang sesungguhnya (the real brain) pada posisi sentralnya sebagai pusat keunggulan dan pusat kesadaran manusia yang membuatnya menjadi manusia otonom sehingga mampu mengikuti kemajuan teknologi di Era Digital.
“Manusia di Era Revolusi Industri membutuhkan sifat bijaksana dalam berpikir dan merealisasikan pemikirannya agar pengembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi dapat membawa kedamaian dan kesejahteraan kepada manusia secara luas. Sumber Daya Manusia yang diidealkan dalam Era Revolusi Digital hendaknya menggunakan nilai-nilai yang menjadi basis karakter diri sebagai masyarakat yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, untuk kehidupan, usaha dan kerja agar dapat kuat, optimis, tekun, maju, bekerja keras, inovatif, serta tidak pernah goyah dalam mengusahakan kemajuan teknologi dengan segala dampak perubahannya” ujarnya.
Latuny berharap perguruan tinggi, dunia keilmuan, lembaga teknologi dan industri agar terus berkolaborasi untuk dapat menciptakan pelatihan-pelatihan keterampilan dalam rangka penguasaan keterampilan dan etika, pengembangan ilmu pengetahuan dan penciptaan lapangan kerja atau profesi baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan industriss digital yang bersifat masif.
Selamat dan Sukses atas terselenggaranya Bedah Buku – Prof. Dr. Aholiab Watloly, S.Pak, M.Hum
#UniversitasPattimura
#HumasUnpatti
#BedahBukuFISIP2023
#DiesNatalis60Unpatti
#Hotumese